DKV // Etika Profesi
Thursday, November 5, 2015
Thursday, October 1, 2015
UNTAR - DKV - EP - (Gwyn / 625120089)
Bab 6: Etika
Guru Dalam Pembelajaran
Jabatan kependidikan dan profesi
pendidikan khususnya guru (pendidik) adalah jabatan yang membutuhkan kemampuan
serta keterampilan bidang pendidikan sesuai spesialisasi atau bidang
keahliannya masing-masing.
Guru dalam melaksanakan tugas
profesionalnya terikat pada etika, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun
untuk kepentingan yang lebih luas. Penerapan etika di kalangan guru akan
memberikan dampak terhadap kualitas proses pembelajaran.
Hal kunci etika guru dalam pembelajaran
adalah guru mampu membedakan pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik menguasai keterampilan dan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari
proses yang diterimanya.
Etika guru termasuk dalam etika profesi.
Profesi yang dimaksud adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai upaya memenuhi
nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dengan
melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Guru yang memenuhi etika profesi adalah
guru yang memiliki ketereampilan dan keahlian yang tinggi dalam melaksanakan
tugas mengajar. Mengajar yang dilakukan oleh guru menurut Joyce dan Weil (2009:
3) adalah mengajarkan siswa bagaimana belajar.
Guru yang terampil bisa menyimpulkan
dengan tepat bagian apa yang bisa dilihat dan didengar oleh siswanya dan cara
bagaimana mereka belajar. Guru yang kreatif dan memiliki semangat akan mencoba
pendekatan pengajaran yang baru dan menerapkan berbagai model pembelajaran.
Guru efektif menurut Arends (2008: 16)
adalah guru yang mampu membangun hubungan yang akrab dengan siswa-siswanya dan
mampu membangun lingkungan asuh yang penuh kasih sayang untuk perkembangan
pribadu mereka.
Guru profesional mengerjakan pekerjaannya
dengan waktu yang penuh dan hidup dari pekerjaannya itu. Jika pemerintah atau
badan yayasan tidak memberi imbalan yang memadai atas pekerjaan yang dilakukan
oleh guru, maka pemerintah dan yayasan tersebut tidak memenuhi etika dan
moralitas dalam mempekerjakan seorang guru.
Sebelum seseorang diangkat menjadi guru,
tentu saja orang tersebut memiliki ijazah yang dipersyaratkan untuk diangkat
menjadi guru. Guru yang profesional dan beretika tinggi melaksanakan tugas
dengan integritas tinggi dan penuh dedikasi. Guru yang memiliki kualifikasi
sarjana atau program diploama IV secara teoretis akan memiliki etika dan
profesionalisme dalam melaksanakan
tugasnya, menjaga kualitas kerja secara objektif.
Brubacher (1962) menegaskan bahwa
kerusakan pada guru adalah akibat standar traininig yang tidak baik menimbulkan
posisi guru berada pada taraf pinggiran sebab training yang dilakukan cenderung
bersifat lokal dan temporer.
Guru yang profesional memiliki etika dan
moralitas yang dalam sikapnya menunjukkan (1) komitmen tinggi dan kuat pada
pekerjaan yang sedang dilakukannya; (2) bertanggung jawab penuh terhadap
pekerjaan yang dilakukannya sendiri; (3) berpikir sistematis tentang apa yang
dilakukannya dan belajar dari pengalamannya; (4) menguasai secara mendalam
bahan/materi pekerjaan yang sedang dilakukannya; dan (5) menjadi bagian dari
masyarakat dalam lingkungan profesinya.
Pengalaman belajar di perguruan tinggi
sebelum seseorang menjadi guru menjadi salah satu pertaruhan apakah seorang
guru itu akan mampu membelajarkan peserta didiknya atau tidak. Latar belakang
pendidikan seorang guru yang berasal dari perguruan tinggi yang lengkap
administrasinya, tetapi sesungguhnya proses belajar yang dilakukan tidak
memenuhi standar secara actual dalam dunia pendidikan.
Perguruan tinggi yang menjaga etika dan
moralitas dalam memberikan layanan belajar kepada mahasiswanya, tentunya akan
menjadi jaminan bagi satuan pendidikan untuk memperoleh guru yang terbaik. Guru
yang telah belajar pada perguruan tinggi yang penuh dedikasi, tentu akan
membelajarkan peserta didiknya mampu mengembangkan kreativitas dengan melakukan
berbagai inovasu dalam upaya mendidik anak bangsa yang berkarakter dan
berbudaya.
Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa
etika guru adalah menjaga secara objektif kualitas kinerjanya, menjaga
keharmonisan hubungan dengan sesamanya dalam melaksanakan aktivitas
pembelajaran dan menjalankan profesinya secara profesional, menjunjung tinggi
etika, bekerja sebaik mungkin, dapat mempertanggungjawabkan tugas yang
dilakukannya, menyiapkan sendiri perangkat dokumen pembelajaran, melakukan
penilaian hasil belajar siswa secara objektif dengan prosedur yang benar,
menguasai materi pelajaran, menguasai model dan strategi pembelajaran, dan
terus memperbarui ketrampilannya sesuai perkembangan teknologi.
Guru tidaklah berdiri sendiri, tetapi
bersama sejawat guru dan unsur lainnya yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Secara administratif kedinasan, atasan guru yang berstatus PNS yang
ditempatkan pada sekolah negeri adalah kepala sekolah dan atasan kepala sekolah
adalah pengawas sekolah dan kepala dinas pendidikan. Adapun guru yang
ditempatkan pada sekolah swasta atasannya adalah kepala sekolah dan pimpinan
yayasan pendidikan tempat mereka bertugas dan juga harus mengikuti instruksi
yang datangnya dari dinas pendidikan.
Etika guru dengan pimpinan adalah
melaporkan kepada pemimpin secara rutin dan berkala mengenai apa yang
dikerjakannya. Guru menjamin pencapaian kompetensi peserta didik yang
dipersyaratkan dan menciptakan hubungan harmonis dengan atasannya di lingkungan
tempat kerja.
Dalam rangka memperdalam pengalaman dan
menerima informasi serta memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
guru, tentu diperlukan teman menyampaikan curahan pendapat dari hati ke hati.
Teman yang paling dekat dan paling mengerti seorang guru adalah teman sejawat
guru. Etika yang dibangun oleh guru berbasis pada nilai-nilai agama, moral dan
kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan teman sejawat.
Tugas utama guru adalah membelajarkan
siswanya melalui kegiatan mengajar dengan menggunakan berbagai model, strategi,
metode, dan teknik mengajar yang sesuai tuntutan materi pembelajaran agar
siswanya belajar. Guru membimbing siswanya untuk memahami, menghayati dan
mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah dan warga
masyarakat.
Dalam membimbing anak didiknya, ada tiga
landasan filosofis menurut Ki Hajar Dewantara yakni ing ngarso sung tulodo, ing
madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika
guru terhadap peserta didik tercermin yaitu sebagai teladan, penuntun dan
mengarahkan.
Selain itu guru juga wajib memiliki etika
dalam membangun hubungan antara guru dengan masyarakat dan orangtua siswa.
Kompetensi sosial guru menurut Sagala (2011: 39) terkait dengan kemampuan guru
sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
Pada dasarnya, kode etik guru hasil
Konferensi Pusat PGRI no. V.Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta
dan disahkan pada Kongres XX PGRI no. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tangga; 3 Juli
2008 di Palembang mengatur etika yang menjadi acuan guru dalam menjalankan
tugas profesi yaitu etika mengenai (1) hubungan guru dengan peserta; (2)
hubungan guru dengan orangtua atau wali siswa; (3) hubungan guru dengan
masyarakat; (4) hubungan guru dengan sekolah dan rekan sejawat; (5) hubungan
guru dengan profesi; (6) hubungan guru dengan organisasi profesi; dan (7)
hubungan guru dengan pemerintah.
Ketika melaksanakan tugas profesinya,
guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa kode etik guru merupakan pedoman bersikap
dan berperilaku berlandaskan nilai-nilai, moral dan etika. Guru yang menegakkan
etika profesi dalam melaksanakan tugasnya diaktualisasikan dalam proses
pendidikan dan pembelajaran yang memenuhi kriteria edukatif.
Bab 7: Etika
Siswa Dalam Pembelajaran
Anak usia sekolah yang bersekolah
disebut siswa, dan siswa adalah generasi emas yang tidak boleh disia-siakan.
Etika nilai kebaikan dari tingkah laku siswa dan guru dalam kegiatan
pembelajaran menjadi hal penting menjamin yang dilakukan adalah tindakan yang
benar, baik dan berkarakter.
Siswa atau peserta didik berhak
hidup sesuai harkat dan martabatnya yang perlu dikembangkan melalui proses
pendidikan baik di sekolah, di masyarakat maupun di rumah. Proses pendidikan
yang diperoleh siswa dirancang dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan baru
yang digunakan sebagai modal untuk memecahkan berbagai masalah yang
dihadapinya.
Etika siswa dan guru yang berpikir
dan bertindak objektif akan memberikan arah dan tujuan bahwa kebenaran ilmiah
itu tidak lain demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia dan menjamin
capaian yang direncanakan melebihi standar rata-rata.
Guru bagi siswa adalah sebagai
pengganti orangtua di sekolah untuk mendidik dan membantu pertumbuhan dan
perkembangan menjadi manusia dewasa. Guru melakukan kegiatan pendidikan sangat
besar peranannya membentuk karakter dan watak peserta didiknya.
Guru mengajarkan kaidah-kaidah
kebenaran, yaitu bertindak benar sesuai etika, nilai dan norma yang berlaku yang
menghargai harkat dan martabat manusia. Jadi guru secara etika dalam mengajar
senantiasa berorientasi pada kebenaran objektif yang berbasis nilai. Adapun
strategi pembelajaran yang dilakukan guru menurut Jacobsen, Eggen dan Kauchak
(2009: 8) adalah memfasiltasi pemahaman-pemahaman siswa mengenai mata pelajaran
yang sedang dipelajari.
Menurut Bertens (2004), etika
keutamaan berkaitan dengan sifat watak yang dimiliki siswa dan guru yang
menjelaskan apakah siswa ataupun guru adalah orang baik atau buruk dilihat dari
perspektif etika dan moral. Etika keutamaan akan menjawab bahwa siswa atau guru
harus menjadi orang yang bagaimana. Jadi, etika guru terhadap siswa adalah guru
berperilaku dan bertindak sebagai guru atau pendidik yang konsepnya adalah
membelajarkan siswanya.
Sedangkan etika siswa adalah
memosisikan diri sebagai pihak yang menuntut ilmu secara sungguh-sungguh dengan
cara memenuhi semua kaidah dan etika yang berkaitan dengan proses belajar yang
difasilitasi oleh guru.
Etika dan moralitas siswa dengan
guru tertanam dalam dirinya menjunjung tinggi harkat dan martabat guru,
menghargai dan menghormati orang yang lebih tua maupun teman sejawat,
menyayangi yang lebih muda dan perilaku positif lainnya.
Selain itu, ada pula etika siswa
terhadap sesama peserta didik. Proses pembelajaran tidak dapat dihindarkan dari
interaksi sesama siswa. Etika pergaulan antar-sesama siswa di samping bermain
sesuai masa perkembangannya, baik saat masih kanak-kanak maupun remaja beranjak
ke dewasa selalu mempraktikkan saling menghargai, saling membantu dalam hal
berbuat baik dan menjaga sopan santun sehingga tumbuh rasa persahabatan yang
erat di antara mereka, dalam belajar maupun dalam bergaul.
Di sisi lain, ada dorongan yang
tumbuh dari dalam diri anak sendiri dengan pertimbangan akal sehatnya
berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang telah diterimanya, dan juga motivasi
untuk meraih apa yang diinginkannya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena
adanya dorongan dari orangtua. Etika siswa terhadap orangtua ditampakkan oleh
siswa dengan cara menghargai dirinya sendiri.
Siswa yang memiliki dan menjunjung
tinggi etika dengan orangtua adalah siswa yang mampu dan mau menghargai
orangtua, baik orangtua itu ayah ibunya maupun orang lain yang dianggapnya
sebagai orangtua karena bersedia membimbingnya ke arah kebaikan.
Etika siswa terhadap orangtua
ditampakkan bahwa orangtuanya berusaha bekerja keras memenuhi kebutuhan anaknya
untuk belajar. Sementara anaknya belajar dengan sungguh-sungguh, melakukan
kegiatan yang meningkatkan rasa percaya diri dan membantu orangtuanya sebatas
yang ia mampu.
Bagi siswa yang memiliki integritas
tinggi akan senantiasa berusaha untuk mengembangkan dan menumbuhkan percaya
diri dan akan menjamin bahwa ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkannya dapat dipenuhi dengan cara-cara yang jujur, objektif, raisonal
dan sportivitas tinggi. Inilah etika dan karakter yang paling tinggi yang bisa
ditampilkan oleh siswa pada perilakunya dalam aktivitas belajar maupun ketika
berinteraksi dengan sesama manusia, dengan alam, dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Subscribe to:
Posts (Atom)