Thursday, October 1, 2015

UNTAR - DKV - EP - (Gwyn / 625120089)

Bab 6: Etika Guru Dalam Pembelajaran

Jabatan kependidikan dan profesi pendidikan khususnya guru (pendidik) adalah jabatan yang membutuhkan kemampuan serta keterampilan bidang pendidikan sesuai spesialisasi atau bidang keahliannya masing-masing.
Guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya terikat pada etika, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan yang lebih luas. Penerapan etika di kalangan guru akan memberikan dampak terhadap kualitas proses pembelajaran.
Hal kunci etika guru dalam pembelajaran adalah guru mampu membedakan pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik menguasai keterampilan dan ilmu pengetahuan sebagai hasil dari proses yang diterimanya.
Etika guru termasuk dalam etika profesi. Profesi yang dimaksud adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai upaya memenuhi nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan yang tinggi dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam.
Guru yang memenuhi etika profesi adalah guru yang memiliki ketereampilan dan keahlian yang tinggi dalam melaksanakan tugas mengajar. Mengajar yang dilakukan oleh guru menurut Joyce dan Weil (2009: 3) adalah mengajarkan siswa bagaimana belajar.
Guru yang terampil bisa menyimpulkan dengan tepat bagian apa yang bisa dilihat dan didengar oleh siswanya dan cara bagaimana mereka belajar. Guru yang kreatif dan memiliki semangat akan mencoba pendekatan pengajaran yang baru dan menerapkan berbagai model pembelajaran.
Guru efektif menurut Arends (2008: 16) adalah guru yang mampu membangun hubungan yang akrab dengan siswa-siswanya dan mampu membangun lingkungan asuh yang penuh kasih sayang untuk perkembangan pribadu mereka.
Guru profesional mengerjakan pekerjaannya dengan waktu yang penuh dan hidup dari pekerjaannya itu. Jika pemerintah atau badan yayasan tidak memberi imbalan yang memadai atas pekerjaan yang dilakukan oleh guru, maka pemerintah dan yayasan tersebut tidak memenuhi etika dan moralitas dalam mempekerjakan seorang guru.
Sebelum seseorang diangkat menjadi guru, tentu saja orang tersebut memiliki ijazah yang dipersyaratkan untuk diangkat menjadi guru. Guru yang profesional dan beretika tinggi melaksanakan tugas dengan integritas tinggi dan penuh dedikasi. Guru yang memiliki kualifikasi sarjana atau program diploama IV secara teoretis akan memiliki etika dan profesionalisme  dalam melaksanakan tugasnya, menjaga kualitas kerja secara objektif.
Brubacher (1962) menegaskan bahwa kerusakan pada guru adalah akibat standar traininig yang tidak baik menimbulkan posisi guru berada pada taraf pinggiran sebab training yang dilakukan cenderung bersifat lokal dan temporer.
Guru yang profesional memiliki etika dan moralitas yang dalam sikapnya menunjukkan (1) komitmen tinggi dan kuat pada pekerjaan yang sedang dilakukannya; (2) bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan yang dilakukannya sendiri; (3) berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya; (4) menguasai secara mendalam bahan/materi pekerjaan yang sedang dilakukannya; dan (5) menjadi bagian dari masyarakat dalam lingkungan profesinya.



Pengalaman belajar di perguruan tinggi sebelum seseorang menjadi guru menjadi salah satu pertaruhan apakah seorang guru itu akan mampu membelajarkan peserta didiknya atau tidak. Latar belakang pendidikan seorang guru yang berasal dari perguruan tinggi yang lengkap administrasinya, tetapi sesungguhnya proses belajar yang dilakukan tidak memenuhi standar secara actual dalam dunia pendidikan.
Perguruan tinggi yang menjaga etika dan moralitas dalam memberikan layanan belajar kepada mahasiswanya, tentunya akan menjadi jaminan bagi satuan pendidikan untuk memperoleh guru yang terbaik. Guru yang telah belajar pada perguruan tinggi yang penuh dedikasi, tentu akan membelajarkan peserta didiknya mampu mengembangkan kreativitas dengan melakukan berbagai inovasu dalam upaya mendidik anak bangsa yang berkarakter dan berbudaya.
Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa etika guru adalah menjaga secara objektif kualitas kinerjanya, menjaga keharmonisan hubungan dengan sesamanya dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran dan menjalankan profesinya secara profesional, menjunjung tinggi etika, bekerja sebaik mungkin, dapat mempertanggungjawabkan tugas yang dilakukannya, menyiapkan sendiri perangkat dokumen pembelajaran, melakukan penilaian hasil belajar siswa secara objektif dengan prosedur yang benar, menguasai materi pelajaran, menguasai model dan strategi pembelajaran, dan terus memperbarui ketrampilannya sesuai perkembangan teknologi.
Guru tidaklah berdiri sendiri, tetapi bersama sejawat guru dan unsur lainnya yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Secara administratif kedinasan, atasan guru yang berstatus PNS yang ditempatkan pada sekolah negeri adalah kepala sekolah dan atasan kepala sekolah adalah pengawas sekolah dan kepala dinas pendidikan. Adapun guru yang ditempatkan pada sekolah swasta atasannya adalah kepala sekolah dan pimpinan yayasan pendidikan tempat mereka bertugas dan juga harus mengikuti instruksi yang datangnya dari dinas pendidikan.
Etika guru dengan pimpinan adalah melaporkan kepada pemimpin secara rutin dan berkala mengenai apa yang dikerjakannya. Guru menjamin pencapaian kompetensi peserta didik yang dipersyaratkan dan menciptakan hubungan harmonis dengan atasannya di lingkungan tempat kerja.
Dalam rangka memperdalam pengalaman dan menerima informasi serta memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh guru, tentu diperlukan teman menyampaikan curahan pendapat dari hati ke hati. Teman yang paling dekat dan paling mengerti seorang guru adalah teman sejawat guru. Etika yang dibangun oleh guru berbasis pada nilai-nilai agama, moral dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan teman sejawat.
Tugas utama guru adalah membelajarkan siswanya melalui kegiatan mengajar dengan menggunakan berbagai model, strategi, metode, dan teknik mengajar yang sesuai tuntutan materi pembelajaran agar siswanya belajar. Guru membimbing siswanya untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajibannya sebagai individu, warga sekolah dan warga masyarakat.        
Dalam membimbing anak didiknya, ada tiga landasan filosofis menurut Ki Hajar Dewantara yakni ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin yaitu sebagai teladan, penuntun dan mengarahkan.
Selain itu guru juga wajib memiliki etika dalam membangun hubungan antara guru dengan masyarakat dan orangtua siswa. Kompetensi sosial guru menurut Sagala (2011: 39) terkait dengan kemampuan guru sebagai makhluk sosial dalam berinteraksi dengan orang lain.
Pada dasarnya, kode etik guru hasil Konferensi Pusat PGRI no. V.Konpus II/XIX/2006 tanggal 25 Maret 2006 di Jakarta dan disahkan pada Kongres XX PGRI no. 07/Kongres/XX/PGRI/2008 tangga; 3 Juli 2008 di Palembang mengatur etika yang menjadi acuan guru dalam menjalankan tugas profesi yaitu etika mengenai (1) hubungan guru dengan peserta; (2) hubungan guru dengan orangtua atau wali siswa; (3) hubungan guru dengan masyarakat; (4) hubungan guru dengan sekolah dan rekan sejawat; (5) hubungan guru dengan profesi; (6) hubungan guru dengan organisasi profesi; dan (7) hubungan guru dengan pemerintah.
Ketika melaksanakan tugas profesinya, guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa kode etik guru merupakan pedoman bersikap dan berperilaku berlandaskan nilai-nilai, moral dan etika. Guru yang menegakkan etika profesi dalam melaksanakan tugasnya diaktualisasikan dalam proses pendidikan dan pembelajaran yang memenuhi kriteria edukatif.


Bab 7: Etika Siswa Dalam Pembelajaran

            Anak usia sekolah yang bersekolah disebut siswa, dan siswa adalah generasi emas yang tidak boleh disia-siakan. Etika nilai kebaikan dari tingkah laku siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran menjadi hal penting menjamin yang dilakukan adalah tindakan yang benar, baik dan berkarakter.
            Siswa atau peserta didik berhak hidup sesuai harkat dan martabatnya yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan baik di sekolah, di masyarakat maupun di rumah. Proses pendidikan yang diperoleh siswa dirancang dapat membantu siswa memperoleh pengetahuan baru yang digunakan sebagai modal untuk memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya.
            Etika siswa dan guru yang berpikir dan bertindak objektif akan memberikan arah dan tujuan bahwa kebenaran ilmiah itu tidak lain demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia dan menjamin capaian yang direncanakan melebihi standar rata-rata.
            Guru bagi siswa adalah sebagai pengganti orangtua di sekolah untuk mendidik dan membantu pertumbuhan dan perkembangan menjadi manusia dewasa. Guru melakukan kegiatan pendidikan sangat besar peranannya membentuk karakter dan watak peserta didiknya.
            Guru mengajarkan kaidah-kaidah kebenaran, yaitu bertindak benar sesuai etika, nilai dan norma yang berlaku yang menghargai harkat dan martabat manusia. Jadi guru secara etika dalam mengajar senantiasa berorientasi pada kebenaran objektif yang berbasis nilai. Adapun strategi pembelajaran yang dilakukan guru menurut Jacobsen, Eggen dan Kauchak (2009: 8) adalah memfasiltasi pemahaman-pemahaman siswa mengenai mata pelajaran yang sedang dipelajari.
            Menurut Bertens (2004), etika keutamaan berkaitan dengan sifat watak yang dimiliki siswa dan guru yang menjelaskan apakah siswa ataupun guru adalah orang baik atau buruk dilihat dari perspektif etika dan moral. Etika keutamaan akan menjawab bahwa siswa atau guru harus menjadi orang yang bagaimana. Jadi, etika guru terhadap siswa adalah guru berperilaku dan bertindak sebagai guru atau pendidik yang konsepnya adalah membelajarkan siswanya.
            Sedangkan etika siswa adalah memosisikan diri sebagai pihak yang menuntut ilmu secara sungguh-sungguh dengan cara memenuhi semua kaidah dan etika yang berkaitan dengan proses belajar yang difasilitasi oleh guru.
            Etika dan moralitas siswa dengan guru tertanam dalam dirinya menjunjung tinggi harkat dan martabat guru, menghargai dan menghormati orang yang lebih tua maupun teman sejawat, menyayangi yang lebih muda dan perilaku positif lainnya.
            Selain itu, ada pula etika siswa terhadap sesama peserta didik. Proses pembelajaran tidak dapat dihindarkan dari interaksi sesama siswa. Etika pergaulan antar-sesama siswa di samping bermain sesuai masa perkembangannya, baik saat masih kanak-kanak maupun remaja beranjak ke dewasa selalu mempraktikkan saling menghargai, saling membantu dalam hal berbuat baik dan menjaga sopan santun sehingga tumbuh rasa persahabatan yang erat di antara mereka, dalam belajar maupun dalam bergaul.
            Di sisi lain, ada dorongan yang tumbuh dari dalam diri anak sendiri dengan pertimbangan akal sehatnya berdasarkan pengalaman dan pelajaran yang telah diterimanya, dan juga motivasi untuk meraih apa yang diinginkannya. Hal tersebut juga dapat terjadi karena adanya dorongan dari orangtua. Etika siswa terhadap orangtua ditampakkan oleh siswa dengan cara menghargai dirinya sendiri.
            Siswa yang memiliki dan menjunjung tinggi etika dengan orangtua adalah siswa yang mampu dan mau menghargai orangtua, baik orangtua itu ayah ibunya maupun orang lain yang dianggapnya sebagai orangtua karena bersedia membimbingnya ke arah kebaikan.
            Etika siswa terhadap orangtua ditampakkan bahwa orangtuanya berusaha bekerja keras memenuhi kebutuhan anaknya untuk belajar. Sementara anaknya belajar dengan sungguh-sungguh, melakukan kegiatan yang meningkatkan rasa percaya diri dan membantu orangtuanya sebatas yang ia mampu.

            Bagi siswa yang memiliki integritas tinggi akan senantiasa berusaha untuk mengembangkan dan menumbuhkan percaya diri dan akan menjamin bahwa ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkannya dapat dipenuhi dengan cara-cara yang jujur, objektif, raisonal dan sportivitas tinggi. Inilah etika dan karakter yang paling tinggi yang bisa ditampilkan oleh siswa pada perilakunya dalam aktivitas belajar maupun ketika berinteraksi dengan sesama manusia, dengan alam, dengan Tuhan Yang Maha Esa.